Implementasi Nilai Hadis Pada Tradisi Adat Jawa Tedhak Siten (Studi Penelitian di Desa Kejayan, Kecamatan Pujer, Kabupaten Bondowoso)

Implementasi Nilai Hadis Pada Tradisi Adat Jawa Tedhak Siten (Studi Penelitian di Desa Kejayan, Kecamatan Pujer, Kabupaten Bondowoso)

Oleh : Irsya Atsna Nur Sabila 19105050057@student.uin-suka.ac.id

Indonesia merupakan suatu negara yang didalamnya terdapat beranekaragam suku bangsa. Sehingga tidak diragukan lagi jika masyarakat di Indonesia memiliki bermacam-macam tradisi dan adat istiadat. Hal tersebut merupakan potensi yang perlu kita jaga dan lestarikan terutama bagi generasi penerus bangsa.

Salah satu tradisi yang masih sangat kental di Indonesia adalah tradisi di pulau Jawa. Sebagian masyarakat Jawa masih memegang kepercayaan pada sesuatu yang mistis, dimana kepercayaan tersebut diyakini oleh para leluhur mereka. Diantara tradisi yang ada di Jawa pada umumnya berhubungan dengan ritual kelahiran, pernikahan, kematian dan lain sebagainya. (Fathurrozaq, 2019: 2)

Tradisi Jawa tidak luput dari proses akulturasi antara agama Islam dan tradisi lokal. Yakni terjadi pada awal proses penyebaran agama Islam di pulau Jawa. Agama Islam disampaikan dengan cara yang santun oleh para penyebar Islam. Dengan memadukan nilai-nilai ajaran agama dengan tradisi lokal yang ada, agama Islam dapat diterima dengan baik dan tidak ada tumpang tindih antara ajaran agama Islam dan tradisi Jawa.

Dengan berlandaskan fenomena sosial keagamaan tersebut, dalam studi penelitian ini penulis mengangkat judul tentang “Implementasi Nilai-Nilai Hadis Pada Tradisi Adat Jawa Tedhak Siten”. Dengan menganalisis relevansi Tedhak Siten dan ajaran Islam melalui penerapan hadis yang terdapat dalam tradisi Jawa Tedhak Siten, penulis ingin membuktikan suatu gagasan bahwa antara tradisi dan ajaran agama Islam tidak selalu  bertentangan.

Alasan penulis menggunakan hadis untuk menganalisis penelitian ini sebab sebagaimana telah kita ketahui bersama bahwa hadis merupakan sumber hukum Islam setelah Al-Qur’an, yang merupakan salah satu pedoman bagi umat Islam dalam melaksanakan aktivitas beribadah di kehidupan sehari-hari. (Sabila, 2020)

Peneliti melakukan wawancara kepada salah satu sesepuh di suatu daerah Desa Kejayan, Kecamatan Pujer, dimana daerah tersebut termasuk kedalam golongan masyarakat Jawa. Seperti masyarakat Jawa biasanya, masyarakat desa Kejayan melaksanakan upacara-upacara keagamaan tradisi Jawa, meski tradisi yang dilaksanakan tidak sepenuhnya sama dengan patokan adat Jawa yang sesungguhnya disebabkan adanya proses asimilasi seiring berjalannya waktu. Namun demikian, tradisi Tedhak Siten di desa Kejayan tetap mempertahankan nilai-nilai ajaran agama yang terkandung di dalamnya.

Tradisi Tedhak Siten atau biasa juga disebut turun tanah ialah salah satu dari beberapa rangkaian upacara kelahiran yang dilaksanakan pada anak yang menginjak usia 7 bulan. Menurut kepercayaan masyarakat Jawa di Desa Kejayan, Tedhak Siten dilaksanakan sebagai bentuk rasa syukur dari kedua orang tua karena telah dianugerahi keturunan serta sebagai pengajaran pertama bagi si anak dalam menjalani proses perjalanan kehidupan yang akan ditempuh. Sebab pada usia tersebut, merupakan usia peralihan anak dari bayi ke balita dimana biasaya diidentifikasi dengan kemampuan balita yang mulai mampu untuk berjalan. Disamping itu, pada saat pertama kali balita berjalan dipercayai memiliki jiwa yang masih bersih, dan perlu diberi tuntunan agar selamat menjalani kehidupan ketika dewasa.(Sholihatin, 2015:38)

Diantara rangkaian yang dilakukan dalam acara Tedhak Siten di Desa Kejayan adalah pertama, sang anak di tuntun untuk menaiki tangga yang berasal dari tebu ireng berjumlah tujuh buah anak tangga. Makna simbolik dari tangga tebu ireng adalah diharapkan sang anak memiliki karakter yang penuh tekad, percaya diri, serta memiliki watak keberanian dalam membela kebenaran dan keadilan. Kedua,  menginjakkan kaki ke 7 wadah yang berisi bubur dari beras ketan sampai bubur ketan menempel di kaki sang anak. Makna simbolik bubur ketan yang merekat adalah berharap sang anak dapat melewati kesulitan hidup dan tujuh dalam bahsa jawa berarti pitu, diharapkan anak bisa selalu menedapat pitulungan atau pertolongan dari Allah SWT. Ketiga, sang anak di sodorkan beberapa barang seperti alat tulis, perhiasan, alat ibadah, dan lain sebagainya. Maknanya adalah barang yang di ambil sang anak merupakan gambaran profesi yang akan dijalani ketika dewasa. Keempat, doa bersama yang dipimpin oleh tokoh agama sebagai bentuk rasa syukur atas kelahiran anak dan berharap sang anak bisa tumbuh menjadi pribadi yang berilmu, ahli ibadah, dan etos kerjanya tinggi. Dan yang terakhir orang tua membagikan bingkisan kepada tetangga-tetangga terdekat.(Laswonowati, 2020)

Dari paparan rangkaian acara upacara Tedhak Siten disertai maknanya, penulis menganalisis implementasi nilai-nilai hadis yang terkandung didalamnya. Adapun ajaran-ajaran Islam yang tedapat di dalam rangkaian tradisi Tedhak Siten ialah sebagai berikut :

  1. Beryukur

Telah disebutkan sebelumnya, bahwa tujuan pokok dari pelaksanaan Tedhak Siten adalah sebagai wujud syukur pada Allah SWT atas nikmatNya yakni berupa kelahiran sang anak. Hal ini diajarkan dalam agama Islam bersandarkan pada hadis shahih yang diriwayatkan oleh Imam Muslim :

عَجَبًا لِأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ، وَلَيْسَ ذَاكَ لِأَحَدٍ إِلَّا لِلْمُؤْمِنِ؛ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ، وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ

Artinya: “Seorang mukmin itu sungguh menakjubkan, karena setiap perkaranya itu baik. Namun tidak akan terjadi demikian kecuali pada seorang mu’min sejati. Jika ia mendapat kesenangan, ia bersyukur, dan itu baik baginya. Jika ia tertimpa kesusahan, ia bersabar, dan itu baik baginya” [HR. Muslim no.7692].

  1. Berdoa

Proses ini adalah pengharapan orang tua kepada Allah SWT agar anaknya kelak bisa menjadi insan yang berilmu, ahli agama serta bermanfaat bagi bangsa dan agama. Sesuai dengan ajaran agama Islam di dalam hadis shahih yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad :

حَدَّثَنَا ابْنُ نُمَيْرٍ حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ عَنْ ذَرٍّ عَنْ يُسَيْعٍ عَنِ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيرٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الدُّعَاءُ هُوَ الْعِبَادَةُ ثُمَّ قَرَأَ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ

Artinya : “Telah menceritakan kepada kami Ibnu Numair Telah menceritakan kepada kami Al A’masy dari Dzar dari Yusai’ dari An Nu’man bin Basyir ia berkata, “Rasulullah SAW bersabda, “Doa adalah ibadah.” Kemudian beliau membaca ayat: ‘(Berdoalah kalian kepada-Ku, niscaya akan Aku kabulkan untuk kalian…) [HR. Ahmad No. 17665]

  1. Shadaqah

Pada akhir rangkaian acara, terdapat pembagian bingkisan kepada para tetangga terdekat, dari sini bisa kita lihat bahwa tradisi Tedhak Siten mengandung ajaran agama Islam tentang anjuran dan keutamaan bersedekah.(Sholihatin, 2015: 66) Sebagaimana hadis shahih yang diriwayatkan oleh Imam Muslim :

حَدَّثَنَا عَوْنُ بْنُ سَلَّامٍ الْكُوفِيُّ حَدَّثَنَا زُهَيْرُ بْنُ مُعَاوِيَةَ الْجُعْفِيُّ عَنْ أَبِي إِسْحَقَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَعْقِلٍ عَنْ عَدِيِّ بْنِ حَاتِمٍ قَالَ سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ اسْتَطَاعَ مِنْكُمْ أَنْ يَسْتَتِرَ مِنْ النَّارِ وَلَوْ بِشِقِّ تَمْرَةٍ فَلْيَفْعَلْ

Artinya : “Telah menceritakan kepada kami Aun bin Sallam Al Kufi Telah menceritakan kepada kami Zuhair bin Mu’awiyah Al Ju’fi dari Abu Ishaq dari Abdullah bin Ma’qil dari Adi bin Abu Hatim ia berkata; Saya mendengar Nabi SAW bersabda, “Siapa di antara kalian yang mampu melindungi dirinya dari api neraka meskipun dengan setengah biji kurma, maka hendaklah ia melakukannya.” [HR. Muslim No. 1016]

Kesimpulan yang dapat diambil adalah tidak semua tradisi berkontradiksi dengan ajaran-ajaran agama Islam. Namun justru keduanya bisa saling berintregrasi memberi manfaat satu sama lain. Agama Islam membutuhkan tradisi dalam penyampaian ajarannya sebagai alat agar tersampaikan pada masyarakat. Dengan demikian, ajaran agama Islam akan lebih mudah dipahami oleh penganutnya.

Memahami agama menggunakan pendekatan antropologis menjadikan agama terlihat akrab serta menyatu dengan problem-problem yang manusia hadapi dan agama berusaha untuk memberikan jawaban dari masalah-masalah tersebut.(Nuryah, 2016: 52) Sebagai umat Muslim yang berpendidikan, sudah menjadi tugas kita untuk menjaga tradisi yang ada, terlebih bagi kita masyarakat Jawa yang tradisinya masih sangat kental. Tentunya dengan pemaknaan yang disesuaikan dengan ajaran Islam.

 

DAFTAR PUSTAKA

Rum Laswonowati. 2020. “Rangkaian Serta Makna Simbolis Pada Tradisi Jawa Tedhak Siten Di Desa Kejayan”. Hasil Wawancara Pribadi: 14 Januari 2020, Bondowoso.

Ida Sholihatin. Makna Tradisi Tedhak Siten dan Relevansinya dengan Ajaran Islam (Di Desa Sukosono Kecamatan Kedung Kabupaten Jepara), Skripsi UIN Walisongo Semarang : 2015

Muhammad Fathurrozaq. Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam Tradisi Tedhak Siten di Desa Senden Kecamatan Kampak Kabupaten Trenggalek, Skripsi UIN Maulana Malik Ibrahim : 2019

Nuryah. Tedhak Siten: Akulturasi Budaya Islamjawa (Studi Kasus di Desa Kedawung,Kecamatan Pejagoan, Kabupaten Kebumen), Fikri, Vol. 1, No. 2, Desember 2016

 13,121 total views,  6 views today

Posted in Kajian.