Havid Yanuardi
Mahasiswa Program Studi Ilmu Hadis, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
19105050072@student.uin-suka.ac.id
Sejak pertama kali kemunculannya di Kota Wuhan, penyebaran Corona Virus Diseases 2019 (COVID-19) telah merebak sampai ke seluruh penjuru negara di dunia. Tak terkecuali dengan Indonesia yang juga terkena dampak dari adanya virus COVID-19.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menetapkan COVID-19 ini dengan status pandemi global (Allianz Indonesia, https://www.allianz.co.id/explore/detail/yuk-pahami-lebih-jelas-arti-pandemi-pada-covid-19/101490, akses 8 Januari 2021). Hal ini dikarenakan banyak manusia di seluruh penjuru dunia terserang virus tersebut. Lebih dari itu, bahkan banyak juga yang nyawanya tidak terselamatkan akibat terinfeksi COVID-19.
Selama hampir setahun lamanya menyerang bumi pertiwi, semua lini masyarakat Indonesia telah berusaha semaksimal mungkin untuk menghentikan sekaligus membasmi penyebaran virus tersebut. Dari pemerintah yang menetapkan kebijakan, para tenaga kesehatan yang berjuang mengobati pasien yang telah terpapar, dan rakyat biasa yang berusaha mematuhi apa yang telah ditetapkan oleh pemangku kebijakan.
Usaha-usaha tersebut diantaranya seperti phisycal distance, isolasi mandiri, Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), work from home, ibadah di rumah saja, dan lain sebagainya. Kesemuanya itu tidak lain tidak bukan bertujuan untuk menghentikan laju penyebaran pandemi COVID-19 di negeri ini.
Selain itu, dampak yang dihasilkan akibat adanya pandemi ini juga sangat kompleks. Seperti dalam sektor ekonomi, politik, pariwisata, hiburan, sosial budaya, serta ritual-ritual keagamaan. Semua sektor tersebut telah merasakan impact dari akibat pandemi ini.
Pada penelitian ini, penulis akan membatasi batasan masalah hanya dalam aspek sosial budaya dan ritual-ritual keagamaan yang terjadi di lingkungan Pondok Pesantren at-Ta’abbud dalam kondisi pandemi COVID-19. Hal ini penting dikaji karena kegiatan yang ada di pondok tersebut selalu bertalian dengan ritual-ritual keagamaan Islam. Yang mana ritual-ritual tersebut merupakan suatu tindakan yang sangat sakral.
Pondok Pesantren at-Ta’abbud merupakan yayasan non-formal yang menjadi wadah bagi para santri untuk mendalami ilmu-ilmu keislaman. Pondok tersebut diasuh langsung oleh Drs. KH. Sudarman Masduqi, salah seorang tokoh agama yang berada di lingkungan Kapanewon Pleret.
Lokasinya berada di Jl. Imogiri Timur, Km. 10, Wonokromo 1, Wonokromo, Pleret, Bantul, DI Yogyakarta. Sampai saat ini, jumlah santri yang menetap di pondok tersebut sekitar 60 santri mukim. Disamping juga ada santri kalong yang mengikuti kajian keislaman di pondok tersebut. Santri-santri yang ikut belajar berasal dari jenjang Tsanawiyah hingga Perguruan Tinggi.
Pada suatu kesempatan, penulis mendatangi langsung salah satu pengurus Pondok Pesantren at-Ta’abbud. Beliau adalah Muhammad Nur Qolis yang kebetulan saat ini sedang menjabat sebagai lurah pondok. Maksud kedatangan penulis untuk mewawancari sejauh mana implementasi hadis-hadis terkait pandemi diterapkan di pondok tersebut. Karena dapat diketahui bersama, bahwa pandemi ini memberikan dampak cukup serius bagi berjalannya perilaku sosial dan ritual-ritual keagamaan.
Sebelumnya, perlu diketahui bahwa manusia merupakan bagian dari makhluk sosial. Dia tidak bisa hidup tanpa bersosialisasi dengan orang lain. Seiring dengan berjalannya waktu, tidak bisa dipungkiri bahwa kelak akan terjadi perubahan-perubahan sosial. Untuk itu Manusia dituntut untuk mampu beradaptasi dengan perubahan-perubahan yang telah terjadi.
COVID-19 hadir dengan mengubah tatanan sosial budaya yang selama ini telah berjalan dengan baik. Termasuk di dalamnya budaya ritual-ritual keagamaan. Karena gamblang, manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa dipisahkan dari budaya atau ritual ritual.
Kemudian, perlu diketahui pula bahwa hukum Islam adalah hukum yang dibuat dengan maksud untuk mewujudkan kemaslahatan umat. Itu artinya hukum Islam sudah semestinya besifat fleksibel dan tidak kaku supaya mampu memberikan petunjuk dan jawaban atas persoalan-persoalan yang senantiasa terus berkembang (Fikri, Jurnal ASAS, 11, 2019: 150)
Menurut Abdul Mustaqim (2019: 47-28), dalam Tafsir Maqashidi, apabila ada pertentangan antara hifdz al-din dan hifdz al-nafs, maka mana yang harus di dahulukan? Maqashid yang antroposentris akan mengatakan bahwa menjaga jiwa manusia harus lebih diutumakan. Menurutnya, paradigma maqashid antroposentris akan lebih dinamis, responsif, serta humanis. Sebab dinilai lebih responsif dan akomodatif terhadap tuntutan perkembangan budaya dan peradaban manusia.
Oleh karena itu, apabila dengan adanya pandemi ini perilaku sosial keagamaan, baik dalam hal peribadatan maupun muamalah yang biasanya sudah diamalkan dalam keseharian malah memberikan madlarat terhadap umat manusia alangkah baiknya untuk membuka pintu ijtihad kembali. Karena hukum Islam hukumnya fleksibel serta dapat memberikan kemaslahatan.
Seperti dengan judul yang penulis angkat, maka fokus kajian dari penelitian ini mengacu pada pengimplementasian atau pengaplikasian hadis-hadis tematik terkait wabah di lingkungan Pondok Pesantren at-Ta’abbud. Karena COVID-19 merupakan wabah baru yang sekiranya bisa di-qiyas-kan dengan wabah Tha’un pada zaman Rasulullah. Untuk itu, jawaban yang telah penulis dapatkan dari nasasumber akan penulis rangkum dalam narasi di bawah ini.
Diantara hadis-hadis terkait wabah yang penulis jadikan sebagai bahan wawancara adalah sebagai berikut:
- عَنْ أُسَامَةَ بْنِ زَيْدٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «الطَّاعُونُ آيَةُ الرِّجْزِ، ابْتَلَى الله عَزَّ وَجَلَّ بِهِ نَاسًا مِنْ عِبَادِهِ، فَإِذَا سَمِعْتُمْ بِهِ، فَلَا تَدْخُلُوا عَلَيْهِ، وَإِذَا وَقَعَ بِأَرْضٍ وَأَنْتُمْ بِهَا، فَلَا تَفِرُّوا مِنْهُ» (رواه مسلم: 2218)
Dari Usamah bin Zaid, Rasulullah SAW bersabda: “Tha’un (wabah penyakit menular) adalah suatu peringatan dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala untuk menguji hamba-hamba-Nya dari kalangan manusia. Maka apabila kamu mendengar penyakit itu berjangkit di suatu negeri, janganlah kamu masuk ke negeri itu. Dan apabila wabah itu berjangkit di negeri tempat kamu berada, jangan pula kamu lari daripadanya.” (al-Naisaburi, 2010: 1373).
- وَعَنْ أَبِي سَلَمَةَ: سَمِعَ أَبَا هُرَيْرَةَ، بَعْدُ يَقُولُ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «لَا يُورِدَنَّ مُمْرِضٌ عَلَى مُصِحٍّ» (رواه البخاري: 5771)
Nabi SAW bersabda: “Janganlah yang sakit dicampurbaurkan dengan yang sehat.” (al-Bukhari, 2001: 138).
- عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «لَا ضَرَرَ وَلَا ضِرَارَ» (رواه ابن ماجه: 2341)
Dari Ibnu Abbas, Rasulullah SAW bersabda: “Tidak boleh berbuat madlarat dan hal yang menimbulkan madlarat.” (al-Qazwini, 2010: 784)
Sesuai dengan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang penulis ajukan kepada narasumber, sampai saat ini pengurus Pondok Pesantren at-Ta’abbud telah berusaha semaksimal mungkin untuk mengimplementasikan hadis-hadis Nabi terkait wabah.
Sebagai contoh pengaplikasiannya adalah pada saat pertama sekali pandemi masuk di negara ini, para santri yang rumahnya jauh serentak untuk dipulangkan ke rumahnya masing-masing. Hal itu bertujuan untuk mencegah peyebaran virus yang proses penularannya bisa melalui orang-orang yang berkerumun. Pemulangan santri pun berlangsung sampai beberapa bulan kedepan.
Akan tetapi, pada saat pemerintah mengumumkan adanya new normal, para santri yang ingin kembali ke pondok pun diperbolehkan dengan syarat membawa surat keterangan sehat dari dokter. Toh misal orang tuanya belum rela para putranya untuk kembali ke pondok juga diperbolehkan. Tapi pada waktu itu hampir mayoritas santri kembali ke pondok.
Kemudian pada pekan-pekan ini, kegiatan pondok diliburkan karena adanya libur semester ganjil. Mayoritas santri pun kembali ke rumahnya masing-masing. Pada saat itu pula, pengurus Dusun Wonokromo mengumumkan kalau ada tiga warganya yang terkonfirmasi terkena infeksi COVID-19.
Untuk itu pengurus pondok segera mengambil langkah yang cepat guna mencegah penyebaran virus tersebut. Kebijakan yang diambil adalah melarang para santrinya untuk kembali ke pondok. Begitu juga para santri yang tersisa di pondok juga di-lockdown sementara. Keluar-masuk pondok sangat dibatasi. Demikian juga untuk santri kalong, sementara waktu diharuskan untuk ngaji di rumahnya masing-masing.
Selain itu, akibat pandemi ini, majelis-mejelis rutinan pondok yang biasanya diikuti oleh warga sekitar juga ditiadakan. Ini merupakan contoh bahwa pandemi sangat berpengaruh terhadap tindakan-tindakan sosial keagamaan sudah mentradisi di lingkungan masyarakat.
Ikhtiar yang dilakukan oleh pengurus pondok yaitu seperti menggulung seluruh karpet yang biasanya dijadikan alas untuk solat jama’ah, memasang kran air dengan sabun di beberapa titik yang dikira startegis.
Akan tetapi dalam hal penggunaan masker, para pengurus tidak mengharuskan para santrinya untuk memakai masker ketika di pondok. Menurut informasi yang penulis dapatkan, karena akses keluar masuk pondok sangat dibatasi. Jadi kemungkinan terjadi penularan dari luar sangat minim. Namun begitu, jika ada kondisi penting yang mengharuskan keluar pondok, maka para santri diwajibkan untuk memakai masker.
Untuk masalah phisicycal distance, mengingat tempatnya yang terbatas, maka dalam hal ini para pengurus tidak menetapkan peraturan untuk jaga jarak dengan yang disampingnya. Selain itu, terkait jaga jarak, narasumber juga beralasan seperti peraturan pemakaian masker.
Pada akhirnya peneliti menyimpulkan bahwa pandemi yang sedang berlangsung ini sangat mempengaruhi terhadap keberlangsungan kegiatan-kegiatan sosial keagamaan masyarakat sampai saat ini telah mentradisi. Tak terkecuali dengan jadwal kegiatan rutin Pondok Pesantren at-Ta’abbud.
Apa yang telah diupayakan oleh para santri Pondok Pesantren at-Ta’abbud dalam mencegah penyebaran COVID-19 secara umum telah sesuai dengan apa yang disabdakan Rasulullah SAW dalam hadis di atas. Seperti mencegah penularan dengan tidak diperbolehkannya pulang ke pondok atau sebaliknya, serta berusaha tidak menimbulkan kemadlaratan dengan cara menaati protokol kesehatan.
Pondok Pesantren at-Ta’abbud turut hadir membantu pemerintah dalam menangani pandemi ini dengan cara-cara yang telah diuraiakan di atas. Semoga pandemi ini segera berlalu dan semuanya bisa berjalan normal seperti sedia kala.
2,300 total views, 2 views today
Sebagai sebuah ijthad dalam rangka mengembangkan kajian Studi Hadis di Indonesia dibentuklah sebuah perkumpulan yang dinamakan dengan Asosiasi Ilmu Hadis Indonesia (ASILHA). Sebagai sebuah perkumpulan ASILHA menghimpun beragam pemerhati hadis di Indonesia. Himpunan ini terdiri atas akademisi dan praktisi hadis di Indonesia dengan memiliki tujuan yang sama.