Laula Wardatus Sholehah
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Perayaan maulid Nabi merupakan acara yang sakral bagi seluruh umat Islam karena bertujuan untuk memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad Saw. Sebenarnya Nabi Muhammad tidak pernah menyuruh umatnya untuk memperingati hari kelahiran beliau. Namun, ketika semangat umat Islam mulai kendor pada yang pada saat itu sedang berjihad dan mendapat serangan-serangan dari berbagai bangsa Eropa atau bisa disebut sebagai perang salib,Sultan Salahuddin Al Ayyubi mengimbau umat Islam di seluruh dunia untuk memperingati hari kelahiran Nabi, yakni tanggal 12 Rabiul awal untuk mempertebal kecintaan umat Islam kepada Nabi Muhammad. Sultan Salahuddin Al Ayyubi berharap dengan ini membuat semangat juang umat Islam hidup kembali. Namun ada juga yang mengatakan bahwa maulid Nabi pertama kali dikenalkan oleh Khalifah Mu’iz Dinillah, penguasa daulah Fatimiyah.
Awal mula peringatan maulid nabi masuk ke Indonesia yaitu ketika Islam itu sendiri masuk ke Indonesia. Dalam artian, maulid nabi dijadikan sebagai sarana untuk menyebarkan dakwah Islam yang dibawa oleh pendakwah yang umumnya merupakan kaum sufi. Dan setelah masuk ke Indonesia, peringatan maulid Nabi di beberapa daerah banyak dibarengi dengan tradisi yang unik, seperti grebek maulid di Jogja, Kirab ampyang di Jawa Tengah, tradisi rebutan di beberapa daerah di Jawa Timur,. dan masih banyak lagi. Namun kali ini, penulis akan fokus pada pada tradisi rebutan khusunya yang bera di Dusun Krang Anyar, Jember, Jawa Timur. Penulis mencoba untuk meneliti mengenai makna dan bagaimana tradisi rebutan di Dusun Karang Anyar, Jember. Penelitian ini dilakukan dengan metode kualitatif dengan sarana wawancara dan observasi peneliti.
Desa Karang Anyar merupakan salah satu Desa yang ada di Kecamatan Balung, Jember. Bahasa yang digunakan oleh warga sekitar umumnya adalah campuran jawa madura. Sehingga warga desa Karang Anyar umumnya meyebut maulid nabi dengan istilah muludan (istilah bahasa jawa maulid nabi). Muludan sendiri berasal dari kata mulut yang mendapat imbuhan an yang berarti makan-makan. “Karena mulut identik dengan makan-makan. ” Hj. Tamami ( salah satu tokoh masyarakat Desa Karang Anyar) . Muludan ini dilaksanakan pada malam tanggal 12 Rabiul Awal dengan pembacaan barzanji secara berjamaah yang kemudian dilanjutkan dengan saling berebut souvenir maulid ( rebutan ) setelah pembacaan barzanji selesai. Kegiatan ini biasanya dilakukan di musholla atau masjid. Namun ada juga yang melakukan di pelataran rumah warga.
Tradisi rebutan ini sebenarnya juga berasal dari bahasa jawa yang artinya saling berebut.Tradisi ini merupakan tradisi berebut atau saling berebut souvenir maulid yang sudah digantung menggunakan tali rafia. Tradisi ini juga sudah ada sejak lama dan umumnya, tradisi ini diterapkan di beberapa daerah di Jawa Timur dan souvenir yang dijadikan rebutan juga berbeda beda di setiap daerah. Awalnya, tradisi rebutan di desa Karang Anyar hanya merebutkan bendera lidi yang ditusukkan di segi berkat. Namun kemudian di generasi berikutnya souvenir dan cara peletakan souvenir maulid semakin berkembang. Dan saat ini, cara peletakkan souvenir dilakukan dengan digantung dan barangnya pun bervariasi.
Rebutan biasanya dilakukan setelah pembacaan barzanji. Ketika pembacaan telah selesai, warga yang hadir akan mulai memperebutkan beberapa souvenir maulid yang sudah digantung dengan menggunakan tali rafia. Menurut pengamatan peneliti di desa ini terdapat 2 teknis pengumpulan souvenir. Yang pertama merupakan dengan cara iuran. Artinya souvenir-souvenir tersebut berasal dari hasil iuran para warga yang kemudian dibelanjakan dalam bentuk barang baik itu perabotan rumah tangga, balon, makanan ringan, dan lain sebagainya untuk digantung di musholla atau pelataran rumah warga. Dengan kata lain, warga desa saling kompak merayakan maulid nabi dan mengumpulkan souvenir dengan cara iuran. Dan biasanya, masing-masing warga yang hadir juga membawa Sego berkat ( bingkisan nasi) untuk kemudian saling ditukarkan.
Yang kedua yaitu berasal dari tuan rumah yang ingin mengadakan maulid nabi sendiri. Dalam artian tuan rumah yang menanggung semuanya, baik souvenir maupun konsumsi. Biasanya hal ini dilakukan oleh orang yang memiliki rejeki lebih sehingga mereka berniat untuk sedekah. Adapun teknis muludan di Desa Karang Anyar ialah diawali dengan pembacaan barzanji bersama-sama sampai selesai. Lalu dilanjutkan dengan rebutan souvenir maulid dan dilanjutkan dengan ceramah dari kyai atau tokoh agama masyarakat. Tidak hanya laki-laki, kegiatan ini juga boleh dihadiri oleh perempuan dan juga anak-anak, sehingga membuat perayaan maulid Nabi di desa Karang Anyar tampak meriah.
Oleh karenanya, memasukkan tradisi rebutan pada peringatan maulid Nabi menurut saya tindakan yang pas terutama untuk dakwah Islam. Karena secara tidak langsung tradisi tersebut mengandung makna yang positif bagi warga baik secara sosial maupun agama. Adapun beberapa dampak positifnya adalah : timbulmya kekompakan warga pada saat menyiapkan dan memeriahkan maulid nabi, adanya peluang untuk bersedekah bagi orang yang mempunyai rejeki lebih, sebagai pancingan bagi anak-anak agar bisa bisa lebih mengenal Nabi Muhammad karena secara tidak langsung anak-anak akan mendengar ceramah dari Kiai atau tokoh agama masyarakat mengenai keteladanan Rasulullah, dan amsih banyak lagi dampak positif bagi warga.
Makna tradisi rebutan pada saat muludan itu untuk memeriahkan hari kelahiran Nabi dan tak lupa juga semoga melalui tradisi tersebut menambah kecintaan kita kepada Nabi Muhammad dan semoga kita juga bisa rebutan untuk bisa lebih dekat dengan Nabi Muhammad Saw. “Hj. Tamami (tokoh masyarakat desa Karang Anyar).
Disebutkan dalam Q.S Al A’raf yang artinya : (yaitu) orang-orang yang mengikuti rasul, Nabi yang Ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma’ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al Qur’an), mereka itulah orang-orang yang beruntung.”( Q.S Al A’raf : 157)
Ayat tersebut menjelaskan bahwa orang yang memuliakan merupakan orang yang sangat beruntung. Ayat diatas memiliki makna umum. Artinya, segala sesuatu yang dikerjakan untuk memuliakan Nabi maka akan mendapat pahala kecuali jika memang memuliakan Nabi dengan sesuatu yang nyatanya haram dilarang oleh Nabi, seperti merayakan maulid Nabi dengan berjudi, mabuk-mabukan, dll.
Merangkum penjelasan diatas, tradisi rebutan merupakan salah satu tradisi rata-rata masyarakat daerah Jawa Timur dalam memperingati maulid Nabi. Namun souvenir (barang rebutan) di setiap daerah berbeda-beda. Tradisi ini ternyata juga sudah ada sejak lama di Indonesia. Meskipun inti tradisi ini adalah berebut atau rebutan, namun tradisi ini ternyata memiliki makna serta dampak yang positif bagi warga Desa Karang Anyar. Semoga dengan adanya hasil dari penelitian ini, peneliti berharap bisa memberi info mengenai apa dan bagaimana tradisi rebutan pada perayaan maulid nabi serta makna yang terkandung dalam tradisi tersebut bagi masyarakat desa Karang Anyar, Balung, Jember.
Daftar Pustaka
Hj.Tamami. ” Makna Tradisi Rebutan”. Hasil Wawancara Pribadi. 10 Januari 2020, Balung.
Sirajuddin Abbas, 40 Masalah Agama 2, Pustaka Tarbiyah, Jakarta, 2004, hal. 183-184
Moch. Yunus, Peringatan Maulid Nabi ( Tinjauan Sejarah dan Tradisinya di Indonesia). Humanstika, Vol. 5 no 2, Juni 2019
7,224 total views, 6 views today

Sebagai sebuah ijthad dalam rangka mengembangkan kajian Studi Hadis di Indonesia dibentuklah sebuah perkumpulan yang dinamakan dengan Asosiasi Ilmu Hadis Indonesia (ASILHA). Sebagai sebuah perkumpulan ASILHA menghimpun beragam pemerhati hadis di Indonesia. Himpunan ini terdiri atas akademisi dan praktisi hadis di Indonesia dengan memiliki tujuan yang sama.

