Menolak Lupa! Urgensi Al-Qur’an dan Hadis Dalam Fenomena 212, Telaah Sikap dan Problema

Zulfan Fathur Rahman 19105050058@student.uin-suka.ac.id

Perlu diketahui bahwa fenomena 212 adalah serangkaian aksi yang dilakukan pada tanggal 2 Desember 2016, akibat dari suatu statement kampanye dari salah satu paslon gubernur DKI Jakarta Pak Basuki Djahadja Purnama ”Ahok” di Pulau Seribu. Salah satu point kampanyenya adalah menyampaikan maksud dari sebuah ayat Al-Quran di surah Al-Maidah : 51 tentang memilih pemimpin bagi orang muslim. Sayangnya penyampaian itu dianggap salah dan menistakan agama islam akibat penafsirannya yang dibilang ngawur dan menyimpang.

Singkat cerita akhirnya kasus ini menyebar keseluruh indonesia bahkan dunia. Bergeraklah masa satu komando ke Monas hingga kurang lebih 7 juta manusia tumpah guna menyampaikan aspirasi kepada pemerintah supaya mendalami dan menindak lanjuti mengenai pidato yang disampaikan oleh Ahok. Penyelenggara dari aksi 212 ini adalah GNPF UI dan FPI (Front Pembela Islam). Salah satu tokoh utama adalah Habib Rizieq Syihab ketua FPI.

Beberapa pengamat menganggap serangkaian bela islam yang sudah dilakukan selama ini adalah bukan hanya mengenai unsur protes agamis saja namun juga ada misi unsur politis didalamnya, banyak yang tidak suka dalam kinerja pemerintah terutama kepada Ahok.[1] Banyaknya janji kampanye Ahok yang diingkari, kasus korupsi terus meningkat, ketegasannya yang dinilai tidak adil kepada rakyat kecil dan alasan paling mendasar Ahok bukan dari orang islam.

Diperkuat dengan dalil Al-Qur`an

لَا يَتَّخِذِ الۡمُؤۡمِنُوۡنَ الۡكٰفِرِيۡنَ اَوۡلِيَآءَ مِنۡ دُوۡنِ الۡمُؤۡمِنِيۡنَ‌ۚ وَمَنۡ يَّفۡعَلۡ ذٰ لِكَ فَلَيۡسَ مِنَ اللّٰهِ فِىۡ شَىۡءٍ اِلَّاۤ اَنۡ تَتَّقُوۡا مِنۡهُمۡ تُقٰٮةً وَيُحَذِّرُكُمُ اللّٰهُ نَفۡسَهٗ‌ ؕوَاِلَى اللّٰهِ الۡمَصِيۡرُ

Artinya : “Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi pemimpin dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah, kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. Dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa)-Nya. Dan hanya kepada Allah kembali(mu).[2]

Dan dalam hadis disebutkan Ciri-ciri orang munafik ada 3 menurut Hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah.

آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلَاثٌ إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ

“Rasulullah SAW bersabda: Tanda orang munafik tiga; apabila berkata ia berbohong, apabila berjanji mengingkari, dan bila dipercaya mengkhianati.”[3]

Islam dalam al-Qur’an dan hadisnya sudah mengajarkan detail bagaimana cara menentukan pemimpin. Bukan hal yang remeh, karena dengan kepemimpinan agama ini bisa menang, dengan kepemimpinan keamanan akan terjaminkan, dengan kepemimpinan kebatilan bisa di niscayakan, dengan itu rahmat allah akan diturunkan. Namun bagaimana jika pemimpin tersebut dzhalim? Ya, wajib sebagai umat islam kita bertindak mengingatkan dan memperbaikinya, seperti Hadis Nabi saw bersabda :

عَنْ أَبِي سَعِيْدٍ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ: مَنْ رَأَى مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ اْلإِيْمَانِ [رواه النسآئى ومسلم وابن ماجه والترمذى وغيرهم].

“Dari Abu Saʻid (diriwayatkan) ia berkata, saya mendengar Rasulullah saw bersabda, barangsiapa yang melihat kemunkaran, maka ubahlah dengan tangannya. Jika tidak mampu, maka ubahlah dengan lisannya. Jika tidak mampu, maka ubahlah dengan hatinya. Dan yang demikian itu adalah selemah-lemahnya iman.” [HR.Muslim][4]

Hal yang wajar memang dalam perbedaan mengambil sikap. Misal saja dalam kasus ini, ada yang beranggapan bahwa tidak seharusnya kegiatan yang berbau agama disetiri oleh kepentingan politik. Politik harus berpegang teguh pada agama namun agama tidak boleh disetir oleh kepentingan politik tertentu, artinya agama bukan untuk menjadi bahan untuk menarik masa demi tujuan tertentu.[5] Seperti aksi diatas yang mengatas namakan agama namun ada tunggangan politik didalamnya. Tidak seharusnya juga harus turun aksi kejalan, ini demi menjaga toleransi antar agama dan menjaga ketertiban umum, kan bisa dengan cara yang lebih efisien.

Namun disisi lain pihak yang pro kepada adanya aksi 212, aksi ini dianggap sebagai moment kebangkitan ummat sekaligus rangkaian dari ibadah melaksanakan apa yang diperintahkan Allah dan Rasul. Dan mereka ada rasa kebanggaan dan haru karena ummat islam indonesia bisa bersatu padu ditengah banyaknya kasus konflik perpecahan toleransi sebab beda firqah sesama umat islam. Namun dengan adanya 212 semua bisa berjalan bersama kompak membangun kepercayaan baru dan berhasil menghilangkan stigma negatif antar sesama ummat islam, wabil khusus di indonesia.

Perbedaan ini biasa, selagi masih dalam koridor aman tidak ada maslah. Jika kita tahu sebab akibat masalah yang terjadi silahkan saja kita berkiap tegas menyuarakan yang benar.  Hanya saja kita sebagai insan terpelajar perlu lebih cermat dalam melangkah dan berbuat. Memang banyak ayat Al-Quran dan hadis yang menerangkan dan menuntun kita untuk bertindak dalam berbagai keadaan. Namun perlu kita fahami dan relefankan lagi kepada zaman dan keadaan sekarang. Jangan serba  mentah dalam menafsirkan, ini senmua demi tetap terjaganya nilai keafsahan dari Al-Quran dan hadis itu sendiri.

 

Referensi

Sore, Anisa Rahmawati D-III Farmasi, ‘Aksi 212, Gerakan Moral Atau Politis’, 2018 <https://doi.org/10.31227/osf.io/9qx4m>

Kementerian Agama RI, al-Qur`an dan Terjemahnya, h.53

Sahih Bukhari no.32 halaman. 24

Sahih Muslim no. 49 halaman  95

Abdullah, Assyari, ‘Membaca Komunikasi Politik Gerakan Aksi Bela Islam 212: Antara Politik Identitas Dan Ijtihad Politik Alternatif’, An-Nida: Jurnal Pemikiran Islam, 41.2 (2017), 202–12

[1] Anisa Rahmawati D-III Farmasi Sore, ‘Aksi 212, Gerakan Moral Atau Politis’, 2018 <https://doi.org/10.31227/osf.io/9qx4m>.

[2] Kementerian Agama RI, al-Qur`an dan Terjemahnya, h.53

[3] Sahih Bukhari no.30 hlm. 24

[4] Sahih Muslim no. 49 hlm. 95

[5] Assyari Abdullah, ‘Membaca Komunikasi Politik Gerakan Aksi Bela Islam 212: Antara Politik Identitas Dan Ijtihad Politik Alternatif’, An-Nida: Jurnal Pemikiran Islam, 41.2 (2017), 202–12.

 1,830 total views,  2 views today

Posted in Opini.