Keluarga Sebagai Role Model Utama Multikulturalisme Sejak Usia Dini

Nadia El-Huda Anza

UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

20204031023@student.uin-suka.ac.id

 

Keluarga sebagai dunia pertama bagi anak sudah seharusnya sebagai role model utama kehidupan. Berbagai macam tingkah laku dan ucapan yang diserap anak dari lingkungan keluarga adalah faktor utama pembentuk kepribadian. Anak usia dini pada masa kritis dalam menerima stimulasi menjadi sebuah kesempatan sekaligus kekhawatiran bagi orangtua dan pendidik. Kesempatan ini dapat menjadi sebuah kekhawatiran jika penanaman yang diberikan tidak tepat ntuk anak. Kehidupan dalam keluarga biasanya berawal dari kebiasaan yang terus menerus dilakukan. Hingga pada akhirnya membentuk menjadi sebuah kepribadian.

 

Anak bertumbuh dan berkembang dalam lingkungannya dan menerima apa saja yang diberikan. Namun jika dibiarkan, hal ini menjadi kekeliruan dalam proses pertumbuhan dan perkembangan anak. Arahan dan bimbingan pada usia dini harusnya lebih ekstra diperhatikan. Sebab jika tidak akan berpengaruh pada kehidupan selanjutnya, bahkan berkaitan dengan lingkungan, bangsa dan negara. Jangan sampai para orangtua ataupun pendidikan menyepelekan ajaran-ajaran yang disuguhkan dalam keluarga, apalagi jika sudah ditanamkan sejak usia dini.

 

Multikulturalisme menjadi salah satu hal terpenting untuk dikenalkan pada anak usia dini. Indonesia yang kaya akan keberagaman suku bangsa, ras, budaya, agama dan lain-lain. Bahkan unsur-unsur multikulturalisme lebih luas dari hanya sebagian itu, ideologi, politik, ekonomi, tata krama dan kesenjangan sosial semua itu adalah keberagamaan yang ada di Indonesia. Keberagamaan ini mesti dikenalkan sejak usia dini, mengenalkan anak pada berbagai perbedaan, mengajarkan anak bagaimana menghargai perbedaan dan keberagaman.

 

Dalam sebuah keluarga tentu memiliki beragam cita rasanya masing-masing. Baik dalam hal kesukaan, pemikiran, tingkah laku, hobi, makanan favorit, dan lain sebagainya. Bahkan dalam sebuah keluarga perbedaan itu dapat berupa warna kulit, rambut, bentuk mata, hidung dan lain-lain. Bagaimana ayah dan bunda mengelola sebuah keberagaman itu dengan sebaik-baiknya agar pola kehidupan keluarga saling menghargai dan mencintai. Anak usia dini akan menyerap sebuah kebiasaan dilingkaran keluarga dan membentuk kepribadian. Sehingga ketika anak dewasa dan terjun dalam lingkungan masyarakat, mereka tidak asing akan berbagai keberagaman. Mereka akan mengerti bahwa setiap individu berbeda, setiap tempat berbeda, setiap pemikiran berbeda, setiap tingkah laku berbeda.

 

Konsep ini bisa dengan sederhana ditanamkan sejak dini dilingkungan keluarga. Misalnya dilingkaran keluarga ayah dan bunda saling menghargai satu sama lain tentang perbedaan, maka anak akan melihat sikap ayah dan bunda. Ayah dan bunda lebih mengedapankan poin kedamaian dalam keluarga. Menghindari perselisihan dalam perbedaan, saling mendukung satu sama lain, saling mencintai adalah konsep sederhana dalam mengenalkan keberagamaan pada anak dilingkaran keluarga.

 

Keberagamaan tidak hanya melalui pengenalan namun pentingnya melalui kebiasaan. Jika hanya diajarkan tanpa keteladanan dari ayah dan bunda maka tidak akan berproses secara maksimal. Pola mengenal dan menjalankan multiculturalism  ini pada intinya berkaitan erat dengan peradaban bangsa. Peradaban bangsa yang bergantung pada karakter para manusia di dalamnya, maka tidak heran jika kerusakan dan porak poranda kehancuran itu disebabkan oleh tingkah laku manusia itu sendiri. Tanpa kita sadari, Indonesia selalu berperang dengan ideologinya masing-masing, keberagaman menjadi sebuah kerikil yang harus disingkirkan. Perpecahan sana-sini, saling menjunjung akal dan ego sendiri. Jika dipikirkan mendalam, tidak akan ada titik temunya hingga ujung dunia.

 

Dalam sebuah hadist dikatakan “Allah Swt berfirman “Wahai hamba-hambaku, sesungguhnya aku telah mengharamkan kedzaliman terhadap diriku sendiri, dan aku telah menjadikannya haram pula diantara kalian, maka janganlah saling mendzalimi.” (HR. Muslim)

Anak usia dini sebagai bibit generasi penerus bangsa, mestinya ini yang harus kembali digalakkan oleh para orangtua dan pendidik. Utamanya dalam eksistensi keberagamaan di Indonesia. Dimulai dari pendidikan dalam keluarga tentang menghargai sebuah perbedaan dan mencintai keberagaman.

 3,360 total views,  2 views today

Posted in Opini.