Namrud Simbol Penguasa yang Dzalim

 

Dalam kitab Injil disebut dengan Nimrod sebagai raja pertama di bumi, dalam tradisi Islam lebih dikenal dengan Namrud. Penyebutan nama Namrud tidak terdapat pada Al-Qur’an, melainkan di dalam tafsir. Kisah Namrud dan Ibraḥim banyak dijelaskan di dalam kitab suci Yahudi dan Kristen, sebagaimana kisah Fir’aun dalam kisah Musa, Namrud memerintahkan untuk membunuh seluruh anak-anak tanpa memandang jenis kelamin yang masih masa penyusuan, hal itu berdasarkan ketakutan akan mimpi yang didapatkan bahwa akan ada anak yang dilahirkan dan menghalangi Namrud atas pengakuan dirinya menjadi tuhan.

NARAM SIN (NAMRUD)

Pada 4000 SM telah berkembang sebuah peradaban di wilayah yang dikenal dengan nama Sumire, tepatnya di lembah sungai Tigris dan Eufrat, sekarang merupakan wilayah negara Iraq. Terdapat juga nama lain dari Sumire yakni Mesopotamia, berasal dari bahasa Yunani yang berarti mesos tengah potamos sungai. Di dalamnya terdiri berbagai bangsa yakni bangsa Amoriah, Kanaan, Yahudi, Arab dan Akkadia.

Seiring berjalannya waktu di wilayah tersebut terbagi menjadi beberapa kekuasaan kecil mewakili tiap bangsa. Dan kemudian bangsa Akkadia lah yang berhasil menjadi satu kekuataan dominan atas bangsa lainnya, membentang dari Teluk Persia di Selatan, Asia kecil di Utara dan mencakup Iraq, Syria, Lebanon, bagian di Turki dan Iran. Dinasti ini mencapai masa puncaknya di bawah lima raja, yaitu Sargon I, Rimush, Manishtusu, Naram Sin dan Shar Kali Sharri. Dalam ajaran agama Islam, Naram Sin diketahui sebagai Namrud, raja yang berhadapan dengan Ibrahim.

Naram Sin merupakan seorang raja yang sangat berbakat dalam perang, terhitung merebut sembilan kemenangan dalam satu tahun. Dengan prestasi itu Naram Sin memberikan gelar kepada dirinya “Raja Keempat Penjuru Dunia” dan “Raja Alam Semesta.” Dengan gelar tersebut menjadikan Naram Sin satu-satunya raja Mesopotamia yang mempunyai status sama dengan para dewa. Keberhasilan lain dari Naram Sin adalah mampu menyatukan kota-kota Mesopotamia yang saling berperang menjadi satu kerajaan besar.

RAJA YANG DZALIM

Kekuasaan dan kekayaan yang dilimpahkan Allah SWT kepada Namrud tidak menjadikannya bersyukur, bahkan menjadikannya sombong dan kufur, serta sebagai seorang raja memperlakukan rakyatnya dengan semena-mena. Diantaranya adalah menguasai sumber makanan dan minuman, di sisi lain mempekerjakan mereka dengan sistem kerja paksa dan perbudakan. Dengan kondisi kelaparan dan miskin, orang-orang melakukan berbagai cara untuk bertahan hidup. Kesempatan seperti itu yang digunakan oleh Namrud untuk menggunakan kekuasaan guna kepentingan pribadi, terlebih adanya ambisi menjadikan dirinya sebagai tuhan.

Namrud menjanjikan akan memberikan kepada orang-orang yang kelaparan mendapatkan roti dan gandum hanya dengan satu syarat, yakni mengakui dan menyembah dirinya sebagai tuhan. Setiap kali menghadap kepada Namrud untuk meminta makanan, petugas kerajaan akan menanyakan terlebih dahulu “Siapakah tuhanmu?”, apabila mereka menjawab “Namrud”, maka Namrud berkata “Berikanlah kepada mereka.”

Saat Nabi Ibraḥim mendatangi Namrud, petugas kerajaan menanyakan perihal yang sama “Siapakah tuhanmu?”, berbeda dari jawaban pada biasanya, Nabi Ibraḥim menjawab “Tuhanku adalah Allah SWT yang menghidupkan dan mematikan, mendengar hal itu marahlah Namrud, dan menantang Nabi Ibraḥim untuk berdialog.

Dalam surat Al-Baqarah ayat 258: Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim tentang Tuhannya (Allah) karena Allah telah memberikan kepada orang itu pemerintahan (kekuasaan). (Q.S. al-Baqarah (2): 258)

Telah dianugerahkan bagi Namrud di dunia kekuasaan yang sangat besar, walau demikian di hadapan Allah swt. dia adalah makhluk yang tidak memiliki apa-apa. Asma Al-Malik, Maha Merajai hanyalah milik Allah semata, sebenar-benarnya dzat yang dijadikan oleh seluruh makhluk tempat meminta. Kekuasaan membutakan Namrud, menganggap diri dapat melakukan apa saja yang diinginkan, hingga pada pemahaman tentang kehendak menghidupkan dan mematikan yang berada di tangannya, dijelaskan pada ayat yang sama: Ketika Ibraḥim mengatakan: “Tuhanku ialah Yang menghidupkan dan mematikan,” orang itu berkata: “Saya dapat menghidupkan dan mematikan”. (Q.S al-Baqarah (2): 258)

Maksud dari jawaban Namrud bahwa ia mempunyai kemampuan untuk menghidupkan dan mematikan adalah dengan membiarkan seseorang hidup sebagai kemampuan “menghidupkan”, dan membunuh seseorang sebagai kemampuan “mematikan”, sedangkan perkataan Ibraḥim dengan Allah swt. dapat menghidupkan adalah menciptakan dari sesuatu yang tidak ada menjadi ada seperti penciptaan makhluk hidup, dari tunas pada tumbuhan atau sperma pada manusia, berkembang dan kemudian ditiupkan roh.

Berbeda dengan manusia yang hanya mampu untuk menciptakan sesuatu hal baru dari sesuatu yang telah ada, seperti membuat kursi, meja, namun untuk bahan baku yakni kayu hanya Allah swt. yang mampu untuk mewujudkan, seperti bahan bakar berupa bensin, solar, namun untuk bahan baku yakni minyak bumi hanya Allah swt. yang mampu untuk mewujudkan. Dan Allah swt. dapat mematikan dengan menarik kembali roh dari jasad, bukan membunuh seperti yang Namrud lakukan.

Mendengar jawaban asal dari Namrud, Ibraḥim tidak menghiraukan, dan kemudian melanjutkan dengan pertanyaan yang lain, “Sesungguhnya Allah menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah dia dari barat”, tidak ada tanggapan atau jawaban dari Namrud seperti pada pertanyaan pertama, hal itu menandakan bahwa dia tidak mampu untuk melakukannya, bahkan mustahil pikirnya, di dalam ayat yang sama dijelaskan: Ibraḥim berkata: “Sesungguhnya Allah menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah dia dari barat,” lalu terdiamlah orang kafir itu; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim. (Q.S Al-Baqarah: 258)

PENGHANCURAN BERHALA

Untuk membuat Namrud serta masyarakat menyembah hanya kepada Allah SWT semata dan menyadari kesalahan mereka sebelumnya saat menyembah berhala, maka Ibraḥim membuktikan dengan menghancurkan seluruh patung-patung di pusat peribadatan dan meninggalkan satu patung yang terbesar, dalam firman-Nya: Maka Ibraḥim membuat berhala-berhala itu hancur berpotong-potong, kecuali yang terbesar (induk) dari patung-patung yang lain, agar mereka kembali (untuk bertanya) kepadanya. (Q.S Al-Anbiya’: 58)

Meninggalkan patung terbesar bukanlah tanpa alasan, dengan harapan apabila mereka kemudian mendapati patung-patung sesembahan hancur dan bertanya siapa yang melakukannya, maka Ibrahim akan mempersilahkan mereka untuk bertanya kepada patung yang terbesar itu. Ibraḥim menjawab: “Sebenarnya patung yang besar itulah yang melakukannya, maka tanyakanlah kepada berhala itu, jika mereka dapat berbicara” (Q.S Al-Anbiya’: 63)

Sejak dari awal Namrud mengetahui bahwa kemungkinan siapa yang berani untuk menghancurkan patung-patung tersebut hanyalah Ibrahim, hanya saja tidak mampu untuk menunjukkan bukti yang kuat, sedangkan alat bukti berupa kapak tergantung pada leher patung terbesar yang tersisa. Maka terdapat dua pilihan, mengakui bahwa benar patung terbesar yang telah menghancurkan patung-patung lainnya, dan bersamaan dengan itu menolak akal pikiran bahwa itu sebenarnya tidaklah mungkin. Atau tidak mengakui bahwa patung terbesar yang telah menghancurkan patung-patung lainnya, dikarenakan patung tidak mungkin untuk bergerak, bahkan merekalah yang telah membuatnya, secara tidak langsung mengakui bahwa patung-patung sesembahan mereka tidaklah memberikan manfaat, untuk sekedar membela dirinya saja tidak mampu.

Dengan posisi terpojok atas fakta tersebut, Namrud tidak kemudian menjadi tersadarkan, melainkan menjadi marah dan bahkan memerintahkan untuk membakar Ibrahim sebagai hukuman atas apa yang telah dilakukannya.

PUTRI NAMRUD BERIMAN

Perkataan Namrud bukanlah ancaman dan gertakan semata, apabila telah ditentukan maka pastilah akan dilaksanakan, sama halnya dengan keputusan untuk membakar Ibrahim. Dan apabila kemudian dipikirkan kembali, membakar sesama manusia tidak mungkin dilakukan oleh orang yang masih memiliki hati nurani, namun ini tidak berlaku bagi Namrud yang telah hilang akal dan hati nuraninya, sehingga mampu untuk membakar manusia, tercatat dalam firman-Nya: Mereka berkata: “Bakarlah dia dan bantulah tuhan-tuhan kamu, jika kamu benar-benar hendak bertindak.” (Q.S Al-Anbiya’: 68)

Namrud beserta masyarakat menyaksikan prosesi hukuman Ibrahim, termasuk diantaranya adalah keluarga Namrud sendiri. Disinilah kondisi ketika Allah menunjukkan kekuasaan-Nya, dan menyelamatkan Ibrahim dari kobaran api. Melihat sesuatu yang mustahil dialami oleh manusia biasa, masyarakat dengan perasaan yang takjub mulai meragukan kebenaran dari Namrud dan patung-patung berhala yang disembahnya, sebagian lainnya mulai mempercayai ajaran yang disampaikan oleh Ibrahim. Petunjuk Allah akan datang pada seseorang dan waktu yang tidak terduga, begitupula tatkala salah satu putri Namrud seketika juga melihat mukjizat Ibrahim, bersyahadat didepan masyarakat. Menjadi semakin marah Namrud dan turut pula melemparkan putrinya ke kobaran api tersebut. Dengan kehendak Allah swt. menyelamatkan Ibrahim tanpa terkecuali putri Namrud sendiri.

KEMATIAN AKIBAT NYAMUK

Pasca selamat dari hukuman bakar, Ibrahim tetap melanjutkan kegiatan dakwah, walau mengetahui hal itu tidak akan dibiarkan begitu saja oleh Namrud. Di sisi lain, mukjizat tidak terbakarnya Ibrahim beserta putri raja yang beriman, belum cukup menjadikan Namrud sadar akan keberadaan Allah swt. Diketahui Namrud adalah seorang raja dari kerajaan yang besar, mempunyai tentara sebanyak tujuh ratus ribu orang dengan persenjataan yang lengkap. Hal ini yang menjadikan Namrud merasa sangat berkuasa untuk menghalang-halangi jalan dakwah Ibrahim. Suatu ketika Namrud berkata dengan sombong menantang Ibrahim, “Jika Tuhanmu memiliki malaikat maka kirimkan kepadaku untuk berperang melawanku, apabila mampu ambil kerajaanku”, posisi saat itu Namrud dan tentara telah berkumpul di padang yang luas untuk meringkus dan mengintimidasi Ibrahim guna menghentikan menyampaikan ajaran tauhid.

Maka saat itu, tidak jauh dari padang yang luas terdapat lautan, muncul darinya segerombolan nyamuk yang sangat banyak, seakan-akan menutupi pandangan manusia ke langit. Walau hanya seekor nyamuk, merupakan tentara yang Allah kirimkan untuk menjawab tantangan Namrud, tidak perlu mengirimkan malaikat seperti apa yang dikatakan Namrud, cukup dengan salah satu makhluk-Nya yang sangat kecil yakni nyamuk. Dan kepunyaan Allah-lah tentara langit dan bumi dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (Q.S Al-Fath: 4)

Dengan teratur nyamuk beriringan menuju pasukan Namrud, menyerang dan, menghisap seluruh darah tentara hingga mati lemas. Disisakan oleh Allah SWT Namrud seorang untuk menunda siksaan baginya dan membiarkannya kembali ke istana. Diberikan waktu berfikir selama tiga hari untuk muhasabah, hanya saja tidak mengalami perubahan pada dirinya, maka Allah tuntaskan memberikan ażab baginya, dengan memerintahkan seekor nyamuk masuk ke dalam kepala Namrud selama 40 hari lamanya, hingga meninggal dalam siksaan.

KESOMBONGAN NAMRUD

Namrud telah terjebak pada sifat mutakabbirun, yaitu orang-orang yang sombong. Menjadikan dirinya merasa lebih tinggi dari yang lain. Banyak hal yang menyebabkan munculnya sifat sombong yaitu karena ilmu, karena amal, karena garis keturunan, karena ketampanan dan kecantikan, karena harta kekayaan, karena kekuasaan dan karena banyaknya pengikut.

Kesombongan Namrud disebabkan dari kekayaan dan kekuasaan yang dimilikinya. Menjadikannya berbuat sewenang-wenang terhadap rakyatnya, atau disebut dengan sifat jabbarun. Diantaranya adalah melakukan monopoli sumber makanan dan minuman oleh kerajaan. Mengingat kemiskinan melanda merata pada sebagian besar penduduknya, maka dimanfaatkan kondisi tersebut dengan mempekerjakan mereka sebagai budak, dan sebagai bayarannya akan diberikan makanan dan minuman. Hal tersebut seharusnya tidak perlu terjadi, mengingat tugas pemimpin adalah menjamin kesejahteraan rakyatnya, terutama kebutuhan pokok berupa sandang, pangan dan papan. Berbeda apabila menyediakan pekerjaan untuk mendapatkan bayaran yang diperuntukkan kepada hal-hal yang sekunder.

Sifat sombong pada diri Namrud sudah sangat melampaui batas, kelebihan yang dimiliki berupa kekayaan dan kekuasaan, membuat Namrud berfikir bahwa dirinya setara dengan tuhan yang dapat berkehendak untuk mematikan dan menghidupkan. Pada nyatanya kemampuan untuk mematikan dan menghidupkan adalah sebatas kemampuan memberikan perintah kepada tentaranya untuk membunuh seseorang atau membebaskannya.

Muhammad Hasnan Nahar (Dosen Universitas Ahmad Dahlan, anggota ASILHA)

Referensi:
Aizid, Rizem. Ibraḥim Nabi Kekasih Allah. Yogyakarta: Saufa, 2015.
Ashadi. Peradaban dan Arsitektur: Dunia Kuno Sumeria-Mesir-India. Jakarta: Arsitektur UMJ Press, 2016.
Bauer, Susan Wise. Sejarah Dunia Kuno. Jakarta: Elex Media Komputindo, 2011.
Busse, Heribert. Encyclopaedia of The Qur’an Vol Three J-O. Leiden: Brill, 2003.
Haramain, Abu Yahya F. Kisah Cinta Adam & Hawa. Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2012.
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya Jilid I. Jakarta: Lentera Abadi, 2010.
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya Jilid VI. Jakarta: Lentera Abadi, 2010.
Mujtaba, Saifuddin. 73 Golongan Sesat dan Selamat. Pustaka Progresif: Surabaya, 1992.
Rusyidi Az-Zain, Muhammad Basam. Sekolah Para Nabi, terj. Fadhilah Ulfa. Yogyakarta: Pustaka Marwa, 2007.

 15,631 total views,  2 views today

Posted in Kajian.