Bulan Ramadhan adalah bulan yang dianggap suci bagi umat Islam. Bulan tersebut di dalamnya terdapat suatu malam yang sangat istimewa dan malam yang dinantikan oleh kalangan umat Islam yaitu malam Lailatul Qadar. Di dalamnya terdapat kemuliaan yang berlipat yaitu malam yang lebih baik dari 1000 bulan.
Keutamaan lainnya adalah di dalam malam tersebut diturunkannya juga al- Qur’an. Sebuah kitab suci sebagai pegangan hidup umat Islam dan membacanya bernilai ibadah. Sebagai bulan yang baik, di bulan Ramadhan umat Islam sangat dianjurkan untuk memperbanyak membaca al- Qur’an.
Banyak keutamaan dari malam tersebut dan yang jelas adalah pada turunnya al-Qur’an yaitu 17 Ramadhan bertepatan dengan malam mulia tersebut. Dalam setiap tahunnya, malam tersebut ini hanya terjadi satu kali saja dan tidak diketahui kapan waktunya secara pasti oleh siapa pun.
Untuk mencari malam kemuliaan yang dilakukan umat Islam hanyalah berlomba- lomba untuk mencari kapan malam Lailatul Qadar itu tiba. Biasanya umat Islam menghabiskan 10 malam terakhirnya di masjid terutama di malam ganjil seperti dalam hadis shahih Rasulullah SAW bersabda:
“Barang siapa yang ingin mendapatkan malam Lailatul Qadar, carilah di malam ganjil dari 10 hari terakhir di bulan Ramadhan” (HR. Bukhari [2017] dan Muslim [1169].
Kegiatan di atas diikuti oleh orang yang sudah baligh baik laki- laki maupun perempuan, dari remaja sampai lanjut usia. Mereka meraimakan masjid di malam ganjil di sepuluh hari terakhir Ramadhan. Sebagai bagian dari pelaksanaan hadis di atas.
Beri’tikaf merupakan amalan Nabi saw. yang tidak pernah ditinggalkan, seperti dalam hadis Nabi di bawah ini:
كَانَ يَعْتَكِفُ الْعَشْرَ الأوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ حَتَّى تَوَفَّاهُ اللّهُ، ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ (رواه البخاري و مسلم)
“Biasanya (Nabi Sallallahu’alaihi wa sallam) beri’tikaf pada sepuluh malam terakhir Ramadhan sehingga Allah mewafatkan beliau, kemudian istri- istri beliau beri’tikaf juga selanjutnya (HR. Bukhari dan Muslim).
Untuk menghidupkan malam Lailatul Qadar dapat dilakukan sebagai mana hadis di atas. Masyarakat umat Islam di Tangerang dan sekitarnya mengadakan rutinitasnya yaitu Malam Bina Iman dan Taqwa (MABIT) di masjid yang berbeda- beda untuk melaksanakan shalat tarawih bersama, khataman Qur’an, shalat tahajjud bersama, dzikir bersama dan lain sebagainya yang dapat mendekatkan diri kepada Allah swt. Hal ini membuat para pengejar malam Lailatul Qadar semangat untuk mendapatkan keberkahan malam tersebut.
Di tengah pandemi seperti ini, jangankan untuk berdiam diri di masjid (I’tikaf) melaksanakan Shalat berjama’ah pun ditiadakan. Semua kegiatan dilakukan di rumah untuk membantu memutuskan rantai penularan virus. Hal ini tidak mengurangi rasa semangat para umat Islam untuk mengejar malam Lailatul Qadar. Mereka melakukannya di rumah dengan berbagai amalan ibadah yang dapat mendekatkan dirinya kepada Allah swt. seperti sholat sunnah, dzikir, tilawah dan lain sebagainya yang tetap bisa menghidupkan malam Lailatul Qadar meskipun dilakukan di rumah.
Akan tetapi, ada juga masjid yang masih membuka lebar untuk menyambut para pengejar malam Lailatul Qadar dengan syarat mengikuti protokol kesehatan seperti menggunakan masker, berjaga jarak satu sama lain, mencuci tangan atau menggunakan hand sanitizer dan yang terpenting yaitu tetap menjaga kebersihan diri masing- masing.
Sebelum menyambut malam Lailatul Qadar, 20 hari sebelumnya pun mushola al- Mubarok yang berlokasi di Mustika Tigaraksa, setelah melakasanakan shalat tarawih melakukan amalan ibadah seperti biasanya yaitu tadarus bersama yang dilakukan oleh beberapa orang di masjid, kemudian menggunakan speaker luar agar warga lainnya yang tidak bisa mengikuti di masjid bisa mengikutinya di rumah dengan mendengar speaker dari masjid. Dan amalan- amalan ibadah lainnya seperti ketika menyambut malam Lailatul Qadar, hanya saja ketika memasuki malam Lailatul Qadar semua amalan ibadah lebih di tingkatkan lagi dan lebih fokus agar lebih siap untuk meyambut malam Lailatul Qadar.
Di samping itu terdapat tradisi yang dilakukan oleh masyarakat di daerah Banten yang dilakukannya pada pertengahan bulan Ramadhan yaitu malam ke- 15 dan 16 yang dinamakan dengan qunutan, kupat qunutan, dan ada yang menyebutnya dengan istilah munggahan. Masyarakat memasak ketupat yang terbuat dari daun kelapa dan juga membuat sayur pendampingnya seperti rendang, opor ayam, sayur labu siam, kari, gulai dll. Kemudian ketupat yang sudah matang dibawa ke mushola atau masjid terdekat sebelum masuk waktu isya, dibagikan kembali setelah selesai sholat tarawih dan sudah dibacakan qunut. Ketupat tersebut akan dimakan bersama- sama dengan beralaskan daun pisang atau yang biasa disebut dengan istilah ngariung, kemudian dilanjut dengan do’a bersama untuk memohon keberkahan di bulan Ramadhan, dan saling bermaaf- maafan.
Tradisi ini juga di lakukan sebagai penanda bahwa telah menjalankan setengah bulan puasa Ramadhan, memulai membaca qunut di setiap dalam shalat wittir, dan sebagai tanda bahwa akan memasuki malam Lailatul Qadar. Selain itu juga sebagai bentuk tanda peduli terhadap masyarakat lainnya dan meningkatkan kebersamaan serta menjaga silaturahmi antar warga sekitar.
Akan tetapi, lambat laun tradisi ini mulai tidak lagi dilakukan, karena banyaknya dari mereka yang tidak peduli akan tradisi yang ada sebelumnya dan mulai banyaknya daerah ini dihuni oleh orang yang merantau sehingga tradisi ini mulai kurang di ikuti oleh masyarakat setempat.
Di tengah pandemi seperti ini, masih ada sebagian warga yang melakukan tradisi kupat qunutan dan ada juga yang tidak melakukan tradisi ini, karena adanya himabauan dari pemerintah untuk di rumah saja dan menghindari perkumpulan- perkumpulan yang dapat menyebabkan penularan virus secara cepat. (NSEP/MAS)
Nurul Septian Effendy Putri
Prodi Ilmu Hadis
UIN Sunan Kalijaga
2,351 total views, 4 views today

Sebagai sebuah ijthad dalam rangka mengembangkan kajian Studi Hadis di Indonesia dibentuklah sebuah perkumpulan yang dinamakan dengan Asosiasi Ilmu Hadis Indonesia (ASILHA). Sebagai sebuah perkumpulan ASILHA menghimpun beragam pemerhati hadis di Indonesia. Himpunan ini terdiri atas akademisi dan praktisi hadis di Indonesia dengan memiliki tujuan yang sama.