Periodesasi Sejarah Hadis

(Azzura Fathanul Umara – Ilmu Hadis UIN Sunan Kalijaga)

Sebagaimana segala sesuatu yang sudah eksis sejak lama, Hadis sebagai objek maupun sebagai ilmu memiliki sejarah yang dapat dikatakan cukup panjang. Terlepas dari perbedaan pendapat dalam diskursus-diskurus mengenai asal mula Hadis, satu fakta yang dapat disetujui oleh semua pihak ialah bahwa hadis senantiasa tumbuh dan berkembang seiring berjalannya waktu. Perkembangan hadis, khususnya dalam aspek keilmuan, merupakan salah satu hal penting yang perlu diketahui sebagai pijakan untuk mendalami hadis sebagai sebuah eksistensi yang utuh.

Terdapat beberapa jenis periodisasi dari perkembangan hadis dalam sejarah yang disampaikan oleh ulama-ulama yang berbeda. Periodisasi yang paling populer merupakan pembagian sejarah perkembangan hadis ke dalam 7 tahapan, dari tahapan awal berupa penyampaian daari Nabi saw. hingga pada proses syarah, takhrij, pembahasan, dan penghimpunan.

Periode pertama ialah Asru al-Wahyu wa al-Takwin atau masa diturunkannya wahyu dan penyampaian hadis oleh Rasulullah saw. Penyampaian hadis oleh Rasulullah, sebagaimana telah kita ketahui, dilakukan tidak hanya secara lisan namun juga melalui perbuatan-perbuatan beliau. Pada masa ini sahabat menerima hadis dengan cara menghafalkan, dan menulis saat memiliki kesempatan untuk melakukannya. Penulisan hadis pada masa awal perkembangan hadis sangat terbatas mengingat bahwa terdapat pelarangan mengenai penulisan Hadis, sebelum kemudian diperbolehkan oleh Rasulullah saw.

Setelah Rasulullah saw. wafat dan bersamaaan dengan dimulainya kepemimpian Khulafaur Rasyidin perkembangan Hadis memasuki periode kedua. Periode ini dinamakan dengan Tastabut wa al-Iqlal min al-Riwayah, yaitu pematerian dan pembatasan/penyedikitan riwayat. Bersamaan dengan meluasnya penyebaran Islam, maka turut menyebar pula hadis-hadis Rasulullah saw. Kemudian untuk mencegah dan mengurangi hal-hal yang tidak diinginkan, maka periwayatan hadis-pun tidak dapt dilakukan secara sembarangan. Penyebaran yang luas bisa menjadi faktor adanya perbedaan periwayatan atau bahkan kedustaan yang mengatasnamakan nabi dengan kedok hadis.

Periode selanjutnya-pun dimulai bersamaan juga dengan berakhirnya masa Khulafaur Rasyidin. Pada periode ini hadis sudah menyebar ke berbagai wilayah bahkan hingga ke Afrika, maka dari itu ia dinamakan dengan Intisyaru Al-Riwayah. Masa ini memiliki rentang waktu dari berakhirnya kekuasaan Khulafaur Rasyidin hingga berdirinya Daulah Umayyah, atau semenjak masa Sahabat Kecil hingga masa Tabi’in.

Setelah masa penyebaran, dimulailah periode yang sangat penting yaitu Asru al-Kitabah wa al-Tadwin atau penulisan dan pengkodifikasian/pembukuan. Pada masa ini marak terjadi pembukuan hadis sebagaimana kitab-kitab hadis yang kita temui pada hari ini. Salah satu karya tertua yang dapat kita temui hingga hari ini ialah Al-Muwattha’ karya Imam Malik bin Anas. Masa kodifikasi hadis merupakan titik balik dari perkembangan hadis baik dari segi periwayatan dan penyebaran hadis dan juga kajian-kajian mengenai hadis itu sendiri.

Pasca kodifikasi, kemudian dimulailah masa penyaringan, pemeliharaan, dan penyempurnaan atau Asru al-Tajrid wa al-Tashih wa al-Tanqih. Periode ini berlangsung selama abad ke-3 Hijriah. Pada periode ini hadis-hadis yang sudah dikodifikasi kemudian di-filter mengenai mana yang merupakan hadis dari nabi dan mana yang bukan, melalui masa inilah kita dapat mengenal kitab-kitab hadis yang mu’tabarah.

Periode selanjutnya ialah masa al-Tahdzib wa al-Tartib wa al-Istidrak atau masa pembersihan, penyusunan, dan penambahan. Sejak awal abad ke-4 Hijriah, fokus dari studi hadis, atau karya-karya hadis dialihkan kepada penertiban kitab-kitab serta hadis-hadis itu sendiri. Maka dari itu dapat ditemui karya-karya dalam bidang hadis bercorak tematis ataupun yang bersifat komentar atas kitab hadis yang sudah disusun sebelumnya.

Periode terakhir, yaitu periode ke-7 ialah periode syarah, penghimpunan, dan peng-takhrij-an atau Asru al-Syarh wa al-Jam’u wa al-Takhrij. Pada masa ini dapat dikatakan hadis dan ilmu hadis sudah dalam posisi yang matang dan periode ini masih berjalan hingga masa kini.

Namun demikian, terkait masa yang sedang berjalan mungkin perlu menjadi pertimbangan pula bahwa saat ini hadis telah memasuki periode baru, yaitu periode digitalisasi. Namun, tentu hal ini masih belum menjadi hal yang berlaku secara formil, dan juga kebutuhan akan memasukkan unsur yang demikian dalam periodisasi-pun masih memerlukan pembahasan lanjutan.

Bentuk periodisasi yang lain, yang lebih sederhana disampaikan oleh Ajjaj al-Khatib, yaitu 3 (tiga) periode perkembangan Hadis yang dibagi menjadi Qabla al-Tadwin (Sebelum Kodifikasi) ‘Inda al-Tadwin (Saat Kodifikasi), dan Ba’da al-Tadwin (Setelah Kodifikasi). Periodisasi oleh Ajjaj al-Khatib menjadikan proses Kodifikasi/Pembukuan Hadis sebagai peristiwa sentral dari sejarah perkembangan Hadis. Hal demikian merupakan sesuatu yang sangat masuk akal mengingat proses kodifikasi hadis membawa perubahan yang sangat besar bagi jalannya sejarah hadis itu sendiri serta ilmu hadis. Bentuk periodisasi lain disampaikan juga oleh Abdul ‘Aziz al-Khauli dalam 5 periode.

 120,400 total views,  40 views today

Posted in Opini.